Pada 19-25 Mei 2024, World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali, menjadi ajang penting bagi lebih dari 40.000 peserta dari seluruh dunia untuk mendiskusikan pengelolaan air berkelanjutan. Salah satu acara utama adalah Side Event “Mother Forest: Forests as the Roots of the Food, Energy, Water (FEW) Nexus”, yang berlangsung pada 24 Mei 2024 di BNDCC, Kintamani Room 3. Acara ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi mengenai pengelolaan hutan di Indonesia yang berfokus pada keberlanjutan pangan, energi, dan air.
Side Event ini dibuka oleh Nancy Eslick, USAID Global Water Coordinator, dan dilanjutkan oleh para panelis termasuk Prof. Dr. Setyawan Pudyatmoko dari KLHK, Ir. Sigit Reliantoro, M.Sc dari KLHK, dan Christian Susan dari UN-IDO. Diskusi ini dipandu oleh Dr. Dyah Rahmawati Hizbaron dari Fakultas Geografi UGM. Sesi ini menekankan pentingnya perlindungan hutan sebagai sumber utama air bersih, yang dilakukan melalui pendekatan teknokratik, partisipatif, dan inovasi sosial teknologi yang komprehensif.
Dalam acara yang sama, Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan Artha Graha Peduli (AGP) dan Forum Peduli Mangrove Bali (FPM-B) mengadakan workshop bertema “Water-Energy Nexus, Achieving SDGs” pada 23 Mei 2024 di Telaga Waja, Tanjung Benoa, Bali. Workshop ini dihadiri oleh peserta dari enam negara: Pakistan, Nigeria, Malaysia, Filipina, Slovakia, dan Indonesia, serta dihadiri oleh Kepala UPTD Tahura Bali, I Ketut Subandi, dan Duta Besar Indonesia untuk UNESCO.
Pemilihan lokasi di area mangrove bertujuan untuk menyoroti pentingnya mangrove dalam melindungi pantai, mengurangi intrusi air laut, dan meningkatkan kualitas air dengan menyerap nutrisi seperti nitrogen dan fosfat serta sedimen. Selain itu, mangrove juga berperan dalam mitigasi perubahan iklim.
Pembicara dalam workshop ini meliputi Dr. Rachmawan Budiarto dari Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dr. Lintang Nur Fadlillah dari Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) dari Fakultas Geografi UGM, Ir. Novias Nurendra dari PT Hutama Karya, dan Ir. Nyoman Sweet Juniartini dari Forum Peduli Mangrove-Bali. Workshop ini dipandu oleh Dr. Intan Supraba dari Fakultas Teknik UGM.
Meski cakupan layanan air minum di Indonesia telah mencapai 91,05% dan akses terhadap sanitasi meningkat sebesar 80,92%, masih banyak daerah terpencil, terutama di wilayah pesisir, yang mengalami keterbatasan akses terhadap air bersih dan air minum. Dr. Lintang Nur Fadlillah mengungkapkan bahwa pulau-pulau kecil sering menghadapi tantangan dalam penyediaan air bersih dan air minum.
Untuk mengatasi masalah ini, Dr. Rachmawan Budiarto mengenalkan teknologi desalinasi air dengan tenaga surya, yang dikenal sebagai Photovoltaics Sea Water Reverse Osmosis (PV-SWRO). Menurutnya, desalinasi dengan teknologi ini merupakan solusi potensial untuk penyediaan air minum berkualitas di wilayah pesisir. Teknologi PV-SWRO ini akan diterapkan melalui SALT Project, yang berfokus pada keterkaitan Water-Energy Nexus dengan menggunakan energi terbarukan.
Proyek ini bertujuan untuk menyediakan air minum berkualitas dengan biaya terjangkau di pulau-pulau terpencil di Indonesia. Dr. Rachmawan menekankan pentingnya pendekatan transdisiplin dalam proyek ini untuk memastikan keberlanjutan operasional dan finansial, serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Workshop ini diharapkan menghasilkan gagasan baru dari para pegiat muda dalam menyelesaikan masalah air, terutama di pulau kecil dan wilayah kering. Selain itu, acara ini juga berupaya memperkuat dan memperluas kolaborasi internasional dalam mencari solusi untuk masalah air bersih di berbagai wilayah.
Dengan rangkaian kegiatan ini, World Water Forum ke-10 di Bali menunjukkan komitmen kuat dalam mengelola sumber daya air secara berkelanjutan, serta mengintegrasikan isu pangan, energi, dan air untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.