
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar acara Studium Generale bertajuk Regional Development dengan menghadirkan dua keynote speakers, Femke Van Noorloos dari Utrecht University dan Prof. Rijanta dari Fakultas Geografi UGM di Auditorium Merapi pada Rabu (19/2). Keduanya membahas isu-isu seputar urbanisasi, tantangan pembangunan, dan dampak dari kota baru. Femke mengangkat tema “An Overview on Urban Development, Frontier and New City”, sedang Prof. Rijanta dengan tema “Rural-Urbanization in the Vicinity of Nusantara”.
Femke Van Noorloos memaparkan hasil riset kolaboratifnya bersama Fakultas Geografi UGM, dengan fokus pada pendekatan trans-lokal dalam studi pembangunan. Van Noorloos menjelaskan tantangan utama dalam urbanisasi global, yang saat ini mempengaruhi negara-negara di Asia dan Afrika. Ia menyebutkan bahwa meskipun pertumbuhan populasi urban akan melambat, jumlahnya tetap akan terus meningkat, dengan sebagian besar kenaikan ini terjadi di wilayah berpendapatan rendah.
Femke Van Noorloos juga membahas dampak perkembangan kota baru terhadap urbanisasi. Pembangunan besar, seperti kota baru atau pembangunan dinding laut untuk mengatasi perubahan iklim, sering kali memperluas batas-batas lahan dan sumber daya yang tersedia. Hal ini dapat memicu pemindahan penduduk, migrasi, dan terbentuknya pemukiman baru yang berada di perbatasan kota. Selama waktu tertentu, hal ini menghasilkan dampak sosial, ekonomi, dan ekologis yang signifikan, seperti ketimpangan sosial, perubahan ekonomi, dan kerusakan lingkungan.
Lebih lanjut, Van Noorloos mengungkapkan bahwa pembangunan proyek megakota atau ibu kota baru sering kali menciptakan proses pengecualian langsung atau tidak langsung terhadap kelompok-kelompok tertentu, meskipun kota baru juga dapat menarik perhatian banyak pihak. Proses percepatan proyek yang melibatkan banyak kepentingan ini sering kali menyebabkan masalah dalam hal konsultasi dan partisipasi masyarakat. Pemerintah yang terlibat sering kali tampak ambivalen. Ditambah lagi perbedaan spasial dan perubahan temporer dalam lanskap pembangunan selalu berubah, yang sering kali menyebabkan kegagalan dalam menangani masalah ketidaksetaraan dan informalitas, serta kegagalan dalam bekerja untuk masyarakat miskin.
Sementara itu, Prof. Rijanta dari UGM membahas fenomena rural-urbanization atau urbanisasi desa di sekitar wilayah Nusantara, ibu kota baru Indonesia. Di Indonesia, definisi urbanisasi sangat luas dan mencakup berbagai aspek. Urbanisasi pedesaan merujuk pada proses transformasi daerah pedesaan menjadi kawasan urban, yang melibatkan pergeseran dari kegiatan pertanian ke kegiatan non-pertanian, serta perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih urban.
Setelah pembangunan ibu kota negara (IKN), menurutnya persentase perkembangan infrastruktur di sekitar ibu kota baru ini akan semakin meningkat dan jumlah orang yang bekerja di sektor non-pertanian juga turut berkembang.
Prof. Rijanta juga mengungkapkan berbagai faktor yang mendorong urbanisasi di sekitar Nusantara, termasuk kedekatannya dengan ibu kota baru, tingkat aksesibilitas yang lebih baik, serta kebijakan pemerintah yang mendukung pemerataan pembangunan. Namun, ia juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi, seperti pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan, terutama terkait air, dan potensi konflik sosial-ekologis yang bisa muncul akibat ekspansi lahan.