
Sebuah pepatah Afrika mengatakan, “If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together”. Maka, dengan dukungan dan kolaborasi yang tepat, seseorang dapat melaju cepat dan jauh. Prinsip inilah yang kemudian dirasakan Diniyarti, mahasiswa Magister Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) selama mengikuti Sakura Science Exchange Program di Chiba University yang didanai oleh Japan Science and Technology Agency (JST).
Selama satu minggu (5-11 Februari 2025) mengikuti program yang merupakan kali pertamanya ini, ia berkesempatan untuk belajar, berinteraksi, dan bertukar budaya di lingkungan internasional. Selama program, ia bersama peserta dari berbagai negara mendalami ilmu pengetahuan dari para profesor di Chiba University, mengikuti kegiatan ilmiah dan eksplorasi budaya yang membuka cakrawala baru.
Kegiatannya dimulai dengan sesi perkenalan dan pesta penyambutan, di mana mereka membangun koneksi dan mengenal satu sama lain. Di hari berikutnya, mereka mengunjungi National Museum of Japanese History dan Samurai Residence, sebuah pengalaman yang membawanya lebih dekat dengan warisan budaya Jepang.
Bagi Diniyarti, kegiatan yang ia ikuti ini jika dilihat dari sisi akademik, memberi kesempatan untuk terlibat dalam eksperimen sains dan teknologi. Mereka belajar tentang perubahan lingkungan global melalui analisis karbon dioksida bersama Prof. Izumi, memahami ekosistem tanah dan tanaman bersama Prof. Yamato, dan juga belajar tentang analisis pengaruh lingkungan hutan terhadap pohon oleh Prof. Tanabe. Tak hanya itu, disini ia mengikuti berbagai diskusi riset dalam Annual Meeting ASEAN faculties dan International Research Session untuk berbagi ide dengan para akademisi dari berbagai negara.
Disamping itu, ia juga mengikuti Kegiatan TWINCLE Activity. TWINCLE Activity sendiri merupakan bentuk latihan bagi mahasiswa Chiba University yang akan menyelenggarakan kegiatan serupa untuk pelajar sekolah menengah atas di beberapa negara, termasuk Indonesia. Ia kemudian berkesempatan untuk memberi saran dan masukan tentang presentasi mereka.
Kegiatan yang tak kalah menarik selanjutnya yaitu SDGs Workshop yamg membahas poin ke-3 dalam Sustainable Development Goals (SDGs), Good Health and Well-Being. Hasil diskusi tersebut kemudian diilustrasikan dalam bentuk poster dan dipresentasikan.
Salah satu momen berkesan bagi Diniyarti adalah kunjungan ke Center of Environmental Remote Sensing (CEReS), di mana ia dapat bertemu Prof. Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, seorang peneliti ternama keturunan Indonesia yang telah menciptakan berbagai sensor radar. Selain memperkenalkan teknologi penginderaan jauh yang telah dimanfaatkan dalam bidang kebencanaan, pertanian, kesehatan, dan lain-lain, Prof. Josaphat juga memberikan nasihat kepada kami tentang makna kehidupan serta pentingnya berkontribusi dalam menghadapi tantangan global.
Menjadi salah satu yang beruntung untuk mengikuti Sakura Science Exchange Program bagi Diniyarti bukan hanya tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang belajar dari satu sama lain, membangun jejaring, dan bersama-sama mengatasi tantangan global. “Perjalanan ini mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan berkembang melalui interaksi, diskusi, dan kolaborasi lintas budaya. Semoga ini menjadi langkah awal menuju kerja sama ilmiah yang lebih luas di masa depan,” tutup Diniyarti.