
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan Ujian Terbuka Promosi Doktor yang diikuti oleh Agung Satriyo Nugroho, S.Si., M.Sc. Dalam kesempatan ini, Agung mempresentasikan hasil penelitiannya yang mengangkat tema “Regionalisme Trans-Nasional dalam Organisasi Keruangan Kawasan Perbatasan Negara Indonesia” dengan studi kasus Pulau Sebatik.
Kawasan perbatasan selama ini masih identik dengan ketertinggalan dan ketimpangan dalam pembangunan, padahal kawasan tersebut memiliki posisi strategis baik secara ruang geografis maupun sosial-budaya masyarakat antar negara. Berangkat dari fenomena tersebut, Agung merumuskan konsep baru yang mengadopsi dari paradigma trans-nasionalisme dalam memahami karakter suatu wilayah.
Dalam studi kasus yang dilakukan di Pulau Sebatik, wilayah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, Agung berhasil menghasilkan pemahaman tentang karakter kawasan perbatasan negara di Pulau Sebatik yang kemudian memunculkan konsep lanskap kawasan perbatasan, jenis interaksi antar ruang kawasan perbatasan, formasi organisasi kerangan, serta teori baru tentang regionalisme trans-nasional kawasan perbatasan negara.
Agung menjelaskan bahwa selama ini pengelolaan kawasan perbatasan masih sangat didominasi oleh pendekatan state-centric atau berbasis administrasi negara, yang bersifat sektoral dan cenderung mengabaikan realitas di lapangan. Padahal di lapangan, interaksi masyarakat lintas batas negara sudah terjadi secara organik tanpa selalu menunggu legalisasi formal dari aktor negara. “Sehingga menunjukkan adanya urgensi untuk membangun kerangka baru yang lebih terbuka terhadap partisipasi aktor non-negara dalam kerja sama lintas batas yang lebih fleksibel,” jelasnya.
Sebagai respons terhadap berbagai dinamika tersebut, Agung merumuskan konsep Trans-Nasional Regionalism (TNR) sebagai pendekatan teoritis sekaligus operasional untuk pengelolaan kawasan perbatasan. Artinya, bagaimana Trans-Nasional Regionalism (TNR) menjadi sebuah teori baru yang relevan dalam pengelolaan kawasan perbatasan negara. Rumus teori TNR tersebut terdiri atas dua kelompok komponen utama, yaitu Quad A (Aspirasi, Aktor, Aliansi, Aktivitas ) dikalikan dengan Triple B (Border Interaction, Border Landscape, Border Space Organization).
“Dari rumus tersebut dapat dikatakan bahwa ada empat komponen pembentuk TNR yang selanjutnya dikali tiga. Artinya, jumlah operasionalisasi dari rumus TNR ini terdapat dua belas strategi pengelolaan kawasan perbatasan negara,” jelas Agung.
Melalui konsep TNR ini, dinamika perkembangan kawasan perbatasan dapat terakomodasi dalam paradigma penelitian, sampai dengan penerapan praksis dalam dunia kebijakan. “Tantangan ke depan adalah di tengah ketidakpastian perkembangan dunia global yang terus berubah secara cepat, maka implementasi konsep ini harus terus diuji dan dikembangkan,” pungkasnya.