
Ibarat memory card, Antartika merupakan kawasan yang sangat strategis termasuk bagi para geograf. Kawasan ini menyimpan sejarah panjang proses geologi dan morfologi bumi yang masih tersimpan dengan rapi. Hal ini disampaikan oleh Gerry Utama, salah satu alumni Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), yang turut serta dalam Ekspedisi Antartika Rusia ke-69.
Dalam kuliah umum bertajuk Antartika dan Masa Depan Bumi: Tantangan dan Peluang dalam Riset Kutub Selatan pada Selasa (20/2) di Auditorium Merapi Fakultas Geografi UGM, Gerry menekankan urgensi partisipasi aktif Indonesia dalam eksplorasi dan penelitian di Antartika. Sejauh ini, Indonesia telah terlibat dalam tiga ekspedisi gabungan ke Antartika, yang menunjukkan upaya indonesia membangun kemandirian riset di bidang antartika. Namun, untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional, ratifikasi Traktat Antartika dan pembentukan Badan Eksplorasi Antartika Indonesia (BEAI) menjadi langkah krusial.
“Traktat yang hanya boleh digunakan untuk tujuan damai dan penelitian ini telah diratifikasi oleh 58 negara, namun Indonesia belum melakukannya,” ujarnya.
Lebih lanjut, sebagai syarat dalam upaya ratifikasi, Gerry tengah mengusulkan pembentukan lembaga khusus di bawah kendali Presiden, yakni Badan Eksplorasi Antartika Indonesia (BEAI) untuk menangani isu-isu terkait Antartika. Ia juga telah menyiapkan roadmap pembentukan BEAI hingga 2029, guna memastikan Indonesia dapat berperan aktif dalam eksplorasi dan penelitian di kawasan yang sangat vital ini.
Urgensi ini berangkat dari posisi Indonesia yang strategis dengan kedekatan jarak yang hanya sekitar 5.600 km dari Stasiun Mirny milik Rusia di Antartika. Hal ini memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi isu-isu global seperti perubahan iklim, bencana hidrometeorologi, dan potensi tenggelamnya pulau-pulau kecil di Indonesia.
“Secara tidak langsung kita berpapasan dan berbagi laut dengan Antartika. Sehingga jika dihitung ketika terjadi pencairan es berapa estimasi pulau kita tenggelam dan kemungkinan munculnya siklon-siklon baru atau bencana anomali hidrometeorologis,” terangnya.
Selain itu, Indonesia juga memiliki kepentingan besar dalam bidang geopolitik. Indonesia dapat menjadi hub ASEAN dalam transportasi logistik menuju Antartika. Ia menyebutkan bahwa saat ini yang memiliki lisensi untuk mengoperasikan kapal, pesawat, dan mendaratkannya di kawasan tersebut hanya Rusia. “Ini menjadi peluang Indonesia untuk menjadi hub di ASEAN, memobilisasi para peneliti ASEAN menuju Antartika, serta pembangunan modul stasiun riset pertama untuk ASEAN merupakan peluang besar, tanpa mengesampingkan kapasitas sumber daya manusia,” ujarnya.
Peluang lainnya, disebutkan Gerry, bahwa riset di Antartika nantinya dapat menjadi pintu untuk hilirisasi teknologi tingkat tinggi. Dengan kualitas SDM Indonesia yang mumpuni dan tidak kalah saing, riset di Antartika bisa menjadi kesempatan emas untuk mengembangkan teknologi yang bermanfaat di berbagai sektor yang dapat diuji coba di kawasan tersebut.
