Menteri Transmigrasi Republik Indonesia, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, melakukan kunjungan ke Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa (14/1). Kunjungan ini bertujuan untuk meninjau studio pembangunan transmigrasi sekaligus mengajak para pakar di bidang transmigrasi, berdiskusi mengenai permasalahan transmigrasi di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Iftitah menyampaikan pentingnya pendekatan keilmuan dalam mengatasi persoalan transmigrasi. Ia mengungkapkan bahwa negara-negara maju yang berhasil mengelola berbagai persoalan di negaranya tidak lepas dari penerapan pendekatan keilmuan.
“Kami ingin berdiskusi mengenai transmigrasi, bagaimana melihat persoalan negara ini dengan pendekatan keilmuan untuk melakukan pembaharuan dalam transmigrasi, mengembangkan dan menghasilkan kawasan transmigrasi,” ujar Iftitah.
Di Indonesia, masalah transmigrasi masih dihadapkan pada beberapa tantangan utama. Menurut Menteri Iftitah, terdapat delapan masalah utama yang menghambat keberhasilan program transmigrasi, antara lain kurangnya pendidikan bagi para transmigran, sistem pemberian lahan yang berbasis individu, serta pengelolaan lahan yang masih dilakukan secara individu. Selain itu, masalah seperti ketimpangan distribusi hasil, keputusan yang diambil secara individu, penggunaan alat tradisional, serta produksi komoditas yang seragam juga menjadi hambatan.
Menteri Iftitah menekankan dalam pembaharuan terkait transmigrasi diperlukan industrialisasi kawasan transmigrasi secara besar-besaran dengan fokus pada episentrum. “Program transmigrasi ini sangat penting agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan ekspor,” ungkap Menteri Transmigrasi.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Ilmu Geografi UGM, Prof. Dr. Suratman, menyatakan pandangan yang serupa. “Inilah saatnya episentrum, magma yang terus bergerak. Bahkan lebih dari sekadar episentrum, ini adalah multi episentrum. Di 38 provinsi ada ledakan-ledakan positif dari kawasan transmigrasi,” ujarnya.
Selain investasi dan ekspor, inovasi juga perlu ditambahkan dalam mewujudkan industrialisasi transmigrasi yang berkelanjutan agar dapat terus upgrade dan tidak stagnan. Inovasi inilah yang bisa diperoleh dari universitas.
Guru Besar Ilmu Geografi ini juga memaparkan bahwa dalam upaya pengembangan transmigrasi, UGM mendukung penuh kebijakan dan program strategis Kementerian Transmigrasi untuk kesejahteraan melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. “Tidak hanya untuk bangsa tapi kami juga mendukung penuh transformasi transmigrasi untuk kesejahteraan bangsa dan dunia melalui implementasi Blueprint Transmigrasi 2025-2045,” tutur Prof Suratman.
UGM juga menginisiasi pembentukan Forum Perguruan Tinggi Transmigrasi dan Kongres Transmigrasi II, menjadikan kawasan transmigrasi sebagai laboratorium ilmu pengetahuan dan teknologi, mendukung pengelolaan kawasan transmigrasi model mandiri, serta mendirikan minat studi transmigrasi.
Mengingat bahwa anak muda dan universitas adalah dua komponen penting yang dapat berkontribusi dalam mencapai cita-cita Indonesia Emas 2035, Iftitah berharap dapat bekerja sama dengan universitas-universitas di Indonesia, termasuk UGM, untuk mengembangkan kawasan transmigrasi. “Tidak hanya fokus pada ekonomi, tetapi juga mencakup aspek peradaban. Pengembangannya nanti bersama kami dengan mindset entrepreneurship,” tekan Iftitah.
Dalam kunjungan ini, Dekan Fakultas Geografi UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc., menyambut positif kedatangan Menteri Transmigrasi RI. “Semoga dengan adanya kementerian baru, kita dapat menjalin kerja sama untuk mewujudkan transmigrasi yang berkelanjutan dan menyelesaikan berbagai permasalahan, seperti menciptakan lumbung pangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang menjadi cita-cita di masa depan,” ungkapnya.