Dalam upaya bersama mengatasi perubahan iklim, Fakultas Geografi UGM menginisiasi Expert Meeting dua tahap yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan Non-Governmental Organizations (NGO) untuk membahas strategi mitigasi dan adaptasi pada sektor FOLU. Pada tahap pertama (7/11), melibatkan para pembuat kebijakan yang memiliki peran penting dalam merumuskan kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di sektor FOLU. Sedang tahap kedua (22/11) melibatkan sektor swasta dan organisasi non-pemerintah untuk membahas implementasi kebijakan tersebut di lapangan.
Pada tahap pertama, pertemuan ditujukan untuk menguatkan kapasitas kelembagaan serta meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor FOLU. Selain itu, kegiatan ini juga berfokus pada perancangan mekanisme insentif dan disinsentif yang efektif untuk mendorong implementasi kebijakan mitigasi perubahan iklim. Langkah-langkah ini menjadi sangat penting untuk mempercepat pencapaian target mitigasi, mengingat keragaman kondisi ekosistem dan sosial budaya di Indonesia.
Sementara itu, diskusi difokuskan pada keterlibatan lebih aktif sektor swasta dan NGO dalam pencapaian target netralitas karbon. Melalui penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG), perusahaan dapat mengidentifikasi risiko lingkungan yang terkait dengan perubahan iklim, serta mengambil langkah-langkah mitigasi yang efektif. ESG juga dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan, serta memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan. Pemerintah, melalui berbagai insentif, semakin mendorong partisipasi aktif sektor swasta dalam proyek-proyek yang mendukung tujuan iklim.
Sorot Isu Perubahan Iklim
Rangkaian acara ini menyoroti isu mendesak terkait perubahan iklim, khususnya dalam pengelolaan hutan dan lahan. Pertemuan tersebut menghadirkan para ahli dari berbagai bidang, mulai dari akademisi, praktisi bisnis, hingga pembuat kebijakan. Tujuan utama dari acara ini adalah memperkuat kerja sama lintas sektor dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Sektor FOLU (Forest, Land Use, and Other Land Uses) memainkan peran krusial dalam siklus karbon global. Hutan berfungsi sebagai paru-paru bumi dengan menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang berkelanjutan menjadi kunci untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Acara ini membahas berbagai strategi dan praktik terbaik untuk mencapai tujuan tersebut, mulai dari restorasi hutan, pengelolaan hutan lestari, hingga pengembangan sistem pertanian yang ramah lingkungan.
Salah satu pesan utama yang disampaikan dalam acara ini adalah pentingnya kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil memiliki peran yang saling melengkapi dalam mengatasi perubahan iklim. Perusahaan-perusahaan besar, misalnya, dapat berkontribusi dengan mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam operasi bisnis mereka. Akademisi mendukung melalui penelitian dan pengembangan teknologi baru, sementara pemerintah berperan dalam merumuskan kebijakan yang mendukung upaya mitigasi dan adaptasi.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia merupakan investasi jangka panjang dalam mengatasi perubahan iklim. Acara ini menekankan pentingnya membentuk generasi muda yang memiliki pemahaman mendalam tentang isu lingkungan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan solusi inovatif. Melalui pendidikan, pelatihan, dan program magang, diharapkan akan lahir tenaga kerja yang dapat mendorong transformasi menuju ekonomi rendah karbon.
Tantangan dan peluang
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masih banyak tantangan yang harus diatasi dalam menghadapi perubahan iklim. Beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain kurangnya kesadaran masyarakat, keterbatasan sumber daya, dan kompleksitas masalah yang timbul. Namun, di sisi lain, terdapat pula peluang yang dapat dimanfaatkan. Perkembangan teknologi, misalnya, membuka kesempatan untuk mengembangkan solusi yang lebih efisien dan efektif dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Selama acara, para peserta berbagi berbagai praktik inovatif dalam pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Beberapa contoh menarik yang disorot adalah penerapan prinsip-prinsip ekonomi sirkular dalam operasi bisnis, di mana perusahaan berhasil mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya. Selain itu, pengembangan teknologi ramah lingkungan seperti sistem pemantauan hutan berbasis satelit dan pertanian presisi telah memungkinkan pengelolaan hutan dan lahan yang lebih efektif. Kemitraan yang kuat dengan masyarakat lokal juga menjadi kunci keberhasilan banyak proyek keberlanjutan, memastikan bahwa manfaat konservasi dan restorasi hutan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat. Contohnya, beberapa perusahaan bekerja sama dengan masyarakat adat untuk mengelola hutan secara bersama-sama, menggabungkan pengetahuan tradisional dengan ilmu pengetahuan modern.
Kontribusi untuk SDGs
Rangkaian kegiatan ini berkontribusi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan oleh PBB. Secara khusus, kegiatan ini mendukung SDGs ke-5 (Kesetaraan Gender), ke-7 (Energi Bersih dan Terjangkau), ke-8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), ke-9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur), ke-11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan), ke-13 (Tindakan Iklim), dan ke-17 (Kemitraan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan).
Dengan fokus pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan, kegiatan ini berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan ketahanan terhadap perubahan iklim, dan perlindungan keanekaragaman hayati. Selain itu, kegiatan ini juga dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mendorong inovasi teknologi yang ramah lingkungan.