
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) sukses menyelenggarakan Seminar Nasional Geografi VI, sebuah forum ilmiah yang secara tegas menyoroti peran sentral ilmu geografi dalam menjawab tantangan multidimensi dari krisis iklim global pada Sabtu (6/7). Mengusung tema “Peran Ilmu Geografi dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Pencapaian Net Zero Emission, dan Pengembangan Ekonomi Hijau Berkelanjutan,” acara yang dilaksanakan secara daring ini menjadi platform krusial untuk mengkaji solusi berbasis bukti dan memperkuat kolaborasi lintas sektor.
Dalam pidato pembukaan, ketua panitia menyatakan bahwa seminar ini merupakan perwujudan komitmen Fakultas Geografi untuk memfasilitasi dialog ilmiah yang mendalam. Sejalan dengan itu, Dekan Fakultas Geografi UGM menambahkan, “Seminar ini membuktikan bahwa ilmu geografi tidak hanya relevan, tetapi juga esensial dalam menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan netral karbon.”
Seminar ini menghadirkan empat pembicara utama dari berbagai lembaga, yang secara kolektif menegaskan bahwa ilmu geografi adalah penghubung vital antara data, kebijakan, dan implementasi di lapangan. Prof. Dr.rer.nat. Muh Aris Marfai, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), memaparkan pentingnya Informasi Geospasial (IG) sebagai fondasi pengambilan keputusan. Ia menjelaskan bagaimana IG, yang dikoordinasikan melalui kebijakan Satu Peta (One Map Policy), menyediakan data dasar yang krusial untuk manajemen bencana, dari analisis risiko hingga pemulihan.
Melengkapi peran data, Prof. Drs. Projo Danoedoro, M.Sc., Ph.D. dari Fakultas Geografi UGM, menyoroti peran esensial penginderaan jauh dalam memantau perubahan lingkungan. Ia menunjukkan bagaimana teknologi ini dapat mengukur emisi karbon, menilai kerentanan ekosistem, dan mendukung perencanaan yang tangguh di berbagai sektor, termasuk pertanian dan tata ruang kota.
Sementara dari sisi kebijakan, Nizhar Marizi, S.T., M.Si., Ph.D., Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, memaparkan bagaimana pemerintah menginternalisasi aksi iklim ke dalam perencanaan nasional melalui strategi ekonomi hijau. Ia juga memperkenalkan Indeks Ekonomi Hijau sebagai alat ukur yang memandu transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon.
Franky Zamzani, S.Hut., M.Env., Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian LH/BPLH, menutup sesi pidato kunci dengan menguraikan kerangka kebijakan nasional yang mencakup Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan program unggulan “Kampung Iklim” (ProKlim). Ia menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dan integrasi aksi iklim di semua tingkatan pemerintahan untuk membangun ketahanan nasional.
Selain pidato kunci, seminar ini menampilkan presentasi dari para peneliti, termasuk 20 artikel ilmiah terbaik yang akan diterbitkan pada jurnal nasional bereputasi. Sesi panel di dua ruangan terpisah memicu diskusi yang dinamis dan konstruktif. Para peneliti memaparkan berbagai studi, mulai dari pemodelan risiko bencana, analisis transisi energi terbarukan, hingga isu-isu sosial seperti perkawinan anak dan kemiskinan.
Panelis Dr. Mukhamad Ngainul Malawani dan Dr. Hafidz Wibisono memberikan umpan balik, mendorong para peneliti untuk menguatkan validasi data, menyelaraskan metodologi, dan menghasilkan rekomendasi yang memiliki dampak nyata. Diskusi juga menyoroti bagaimana teknologi seperti GIS, machine learning, dan augmented reality dapat menjadi alat penting untuk analisis, mitigasi, dan pembelajaran geografi yang lebih interaktif.
Secara keseluruhan, Seminar Nasional Geografi VI tidak hanya menjadi forum pertukaran pengetahuan, tetapi juga bukti nyata dari komitmen Fakultas Geografi dan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan kontribusi konkret. Acara ini menegaskan bahwa ilmu geografi memiliki peran sentral dalam menciptakan masa depan Indonesia yang lebih berkelanjutan, berketahanan iklim, dan tangguh.