
Bagi Athar Abdurrahman Bayanuddin, perjalanan ke Jepang bukan sekadar kunjungan akademik, melainkan sebuah mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan setelah satu dekade menanti. Mahasiswa Magister Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berkesempatan mengikuti Twin College Envoys Program (TWINCLE) SPRING 2025 yang diselenggarakan oleh Chiba University, dengan dukungan beasiswa dari Japan Student Services Organization (JASSO). Program ini berlangsung secara daring dan luring dari 14 Desember 2024 hingga 20 Februari 2025.
“Mengunjungi Jepang, khususnya ke Chiba University dan bertemu dengan Prof. Josaphat merupakan salah satu mimpinya saya sejak lulus dari program Diploma. Hal ini benar-benar terwujud setelah kurang lebih 10 tahun kemudian dengan jalan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya,” ucapnya.
Athar merupakan salah satu dari sepuluh peserta program JASSO yang berasal dari berbagai universitas di Asia Tenggara, termasuk Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), VNU University of Education-Vietnam, Pangasinan State University-Filipina, Kasetsart University-Thailand, dan King Mongkut’s University of Technology Thonburi-Thailand.
Sebelum berangkat ke Jepang, ia mengikuti serangkaian pertemuan daring yang mencakup diskusi SDGs No. 3: Good Health and Well-being bersama profesor dari Chiba University, yaitu Prof. Nomura, Prof. Suji, dan Prof. Shimonagata. Dalam kesempatan ini, Athar mempresentasikan solusi penanganan penyebaran demam berdarah di Indonesia dengan memanfaatkan data satelit penginderaan jauh dan sistem informasi geografis.
Eksplorasi Ilmiah dan Budaya di Negeri Sakura
Pada 4 Februari 2025, Athar akhirnya menjejakkan kaki di Jepang untuk mengikuti rangkaian kegiatan luring di Chiba University. Hari pertama diawali dengan sesi perkenalan dan ice breaking di TWINCLE office. Kegiatan edukatif berlanjut dengan kunjungan ke National Museum of Japanese History dan Samurai Residence dihari kedua yang memperkaya pemahamannya tentang budaya dan sejarah Jepang.
Selain eksplorasi budaya, Athar juga aktif berpartisipasi dalam dua kelas eksperimen. Kelas pertama terkait ilmu bumi yakni menganalisis perubahan karbon dioksida di atmosfir dibimbing oleh Prof. Izumi. Ia diajak untuk mengestimasi perubahan suhu permukaan bumi akibat perubahan jumlah karbon dioksida dengan menurunkan rumus dan perhitungan matematis secara sederhana. Sementara di kelas siang, ia melakukan pengamatan dan identifkasi jamur pada akar tanaman menggunakan mikroskop electron untuk memahami keberadaan jamur tersebut membantu tanaman untuk tumbuh lebih cepat. “Belajar dari dasar, memakai jas lab rasanya seperti kembali ke jaman putih abu-abu dan semester awal perkuliahan,” kenangnya.
Pada hari keempat, Ia mendampingi mahasiswa Chiba University peserta TWINCLE yang akan mengajar di SMA di Bandung dan Bali pada awal Maret. Setelah menyaksikan simulasi kelas eksperimen tentang perubahan kadar pH, ia memberikan masukan untuk menyesuaikan konten dan teknik penyampaian agar sesuai dengan siswa di Indonesia. Ia juga berkesempatan mengikuti pertemuan tahunan dengan narasumber dari berbagai fakultas di ASEAN yang membahas peran teknologi dan kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan.
Memasuki hari kelima, ia berpartisipasi pada International Research Session untuk mempresentasikan hasil tahapan awal dari penelitian tesisnya terkait pemetaan kebakaran Savana menggunakan data Synthetic Aperture Radar (SAR). “Hal lain yang membuat saya kagum ialah, bagaimana siswa-siswi SMA di Jepang mampu melakukan eksperimen sederhana untuk menjawab tujuan penelitiannnya dengan metodologi yang tepat dan mudah dipahami. Bahkan sekedar untuk menjawab rasa penasaran mereka tentang video viral di YouTube yang dapat menyusun kartu tanpa jatuh, mereka melakukan perhitungan matematis dan simulasi sebelum akhirnya benar-benar membuktikan menyusun kartu tersebut mengacu pada hasil penelitiannya,” ujar Athar.
Di hari keenam, peserta diajak mengunjungi Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL) di Center for Environmental Remote Sensing (CeRES), yang didirikan oleh Prof. Josaphat Teutuko Sri Sumantyo, ahli penginderaan jauh asal Indonesia. Kegiatan ini memberi wawasan mendalam mengenai teknologi Circular Polarized-SAR yang dikembangkan oleh Prof. Josaphat.
Setelah itu, dari 12 hingga 19 Februari 2025, Athar menjalani laboratory work di JMRSL di bawah bimbingan langsung Prof. Josaphat, mengolah data SAR sesuai dengan riset tesisnya dan berdiskusi dengan mahasiswa doktoral terkait peluang kolaborasi riset. Selama 6 hari ini, ia mengolah data SAR sesuai dengan tema topik riset tesisnya, yaitu pemetaan kebakaran lahan di Savana dan diberikan meja khusus selama di Lab. “Saya bersyukur dapat berdiskusi langsung dengan beliau dan mendapatkan banyak masukan terkait metode pengolahan data dan analisis riset saya. Saya juga diajak langsung oleh Prof. Josaphat melihat fasilitas riset, rancang antenna CP-SAR, serta pesawat tanpa awak milik beliau,” terang Athar.
Selama 18 hari di Jepang, Athar tidak hanya memperoleh pengalaman akademik, tetapi juga merasakan kedisiplinan dan keteraturan yang menjadi ciri khas masyarakat Jepang. Ia belajar bagaimana budaya Jepang menanamkan perhatian terhadap detail dan efisiensi dalam setiap aspek kehidupan. Interaksi dengan mahasiswa dari berbagai negara juga melatihnya untuk berpikir lebih luas, berdiskusi dalam forum internasional, serta bertukar pikiran dan budaya.
“Suhu di Chiba memang dingin, tetapi kehangatan pertemanan yang terjalin di sini mampu mencairkan segalanya,” tutupnya.