Pengelolaan ekosistem mangrove dan pemodelan lanskap dinamis menjadi hal penting dalam mendukung pencapaian target FOLU (Forest and Other Land Use) Net Sink 2030 Indonesia. Menyikapi hal tersebut, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan pelatihan yang kali ini berfokus pada dua tema, yaitu Ecosystem-based Approach (EbA) untuk Konservasi Mangrove dan Pemetaan Stok Karbon Permukaan Mangrove (WP 1.8) dan Pemodelan Landscape Dynamic untuk Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam Berkelanjutan (WP 1.4).
Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc., Dekan Fakultas Geografi UGM menyatakan bahwa Indonesia, sebagai negara tropis dengan wilayah pesisir yang luas menjadi hotspot untuk blue carbon, salah satunya pengelolaan ekosistem, termasuk ekosistem mangrove. “Ini merupakan langkah strategis untuk dapat mengurangi emisi karbon sesuai dengan komitmen dalam Nationally Determined Contributions (NDC),” terangnya pada saat sambutan di Hotel Santika, Selasa (19/11).
Lebih lanjut, Ia menambahkan bahwa selain ekosistem mangrove, seluruh vegetasi hidup akan lebih lestari jika didukung oleh pengelolaan lanskap yang baik. Menurutnya, pemodelan lanskap menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan sustainable land management atau pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam secara berkelanjutan, sehingga memastikan karbon yang dihasilkan sama dengan jumlah karbon yang diserap oleh lanskap di suatu wilayah. Selain itu, tidak hanya menghasilkan karbon, pengelolaan lingkungan juga memastikan keberlanjutan sumberdaya oksigen, air, lahan, dan lainnya dapat dimanfaatkan dengan baik tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan.
“Kita juga perlu mengamati dan mendata biodiversity karbonnya. Artinya, peningkatan stok karbon adalah salah satu aspek saja. Aspek yang lain akan banyak kita pelajari di pelatihan ini,” tambahnya.
Meski demikian, keduanya harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk memastikan ekosistem di berbagai lanskap tetap lestari. “Menanam dan merawat mangrove saja tidak cukup. Kita juga harus meningkatkan kapasitas manusianya sebagai bagian dari pengembangan talenta untuk menjaga keberlanjutan ekosistem ini,” tegasnya.
Senada dengan pernyataan tersebut, Dr. Ida Kusdamayanti, M.Si., Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) KLHK menyatakan bahwa pencapaian target FOLU Net Sink 2030 memerlukan kolaborasi antara berbagai pihak.“Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Semua elemen lembaga perlu bekerja sama untuk menindaklanjuti rencana operasional nasional dan subnasional, maka diperlukan SDM yang kompeten untuk melaksanakan rencana tersebut,” ujarnya.
Pelatihan yang berlangsung pada 19-22 November terbagi menjadi dua lokasi, 40 peserta di Hotel Santika Premiere Jogja dan 38 peserta lainnya di Hotel Porta By Ambarukmo. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk dinas-dinas di Provinsi Kalimantan Timur, otorita IKN, wilayah Riau, Sumatera Barat, serta perwakilan dari KLHK, BRIN, NGO, universitas, dan lembaga lainnya.
Keberagaman peserta turut memberikan warna tersendiri dalam pelatihan tersebut sehingga membawa pengalaman serta pengetahuan yang dapat memperkaya diskusi dan menciptakan peluang kolaborasi dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam berkelanjutan. “Proses diskusi ini akan menghasilkan wawasan baru yang dapat dirumuskan menjadi bagian dari hasil pelatihan, mendukung tercapainya NDC yang merupakan target FOLU Net Sink 2030,” pungkasnya sekaligus membuka agenda pelatihan.