Kerusakan lahan merupakan masalah serius yang mengancam keberlangsungan hidup manusia, dan pendidikan menjadi kunci dalam mengatasinya. Dalam upaya menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini, Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), mengadakan SDGs Seminar Series #105 bertajuk “Implementasi Edukasi Pengendalian Kerusakan Lahan pada Jenjang Sekolah Menengah Pertama,” pada Selasa (29/10).
Prof. Muhammad Kamal, S.Si., M.GIS., Ph.D., Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan Fakultas Geografi UGM, dalam sambutannya menegaskan bahwa kerusakan lahan tidak hanya memengaruhi produktivitas lahan tetapi juga ekosistem serta kualitas hidup. “Pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kesadaran menjaga lingkungan atau environmental literacy. Menanamkan nilai cinta lingkungan sejak dini kita membutuhkan keterlibatan mereka,” ujarnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Ir. Edy Nugroho Santoso, Direktur Pengendalian Kerusakan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap tingkat kerusakan lahan yang mengkhawatirkan. Menurutnya, kesadaran kolektif termasuk di tingkat sekolah sangat penting. “Kita perlu membuat siswa SMP memahami proses kerusakan lahan dengan sederhana,” jelasnya.
Bersama timnya, Ir. Edy juga mendorong kesadaran para siswa dengan mengadakan berbagai lomba bertema lingkungan. Menurutnya, para siswa memiliki kreativitas dan nalar yang cukup untuk terlibat dalam upaya menjaga lingkungan.
Upaya Pengendalian Kerusakan Lahan
Dalam seminar ini, juga dibahas upaya pengendalian kerusakan lahan yang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari iklim, relief, batuan, hingga karakteristik geologi yang berkaitan dengan fungsi hidrologi.
“Untuk mengidentifikasi kerusakan dari sisi hidrologi, penting memastikan tanah tetap lembab. Selain itu, arah dan kecepatan angin turut memengaruhi kelembaban tanah dan ketersediaan air, yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Komponen hayati, termasuk tanaman, hewan, dan mikroorganisme dalam tanah, juga berperan menjaga keamanan hayati, mengendalikan hama, dan mempertahankan kesuburan tanah,” jelasnya.
Pengendalian kerusakan lahan juga memerlukan keterlibatan lintas pemangku kepentingan. Dalam proses ini, Ia menegaskan bahwa teknologi yang relevan dan serbaguna perlu diperkenalkan, khususnya kepada generasi muda, untuk menjaga kualitas lahan secara berkelanjutan.
“Di perguruan tinggi, kami mendorong kegiatan identifikasi kerusakan, penyesuaian lahan, serta penetapan tema pemulihan lahan. Harus ada identifikasi mandiri terhadap sumber air yang potensial, serta pemanfaatan lahan yang sesuai. Dengan menggunakan energi terbarukan, pengelolaan lahan dapat dilakukan dalam konteks ekonomi dan manajemen yang tepat,” jelasnya.
Beliau juga mencontohkan penerapan biofilter di aliran sungai keruh, rawa, hingga reklamasi lubang bekas tambang menggunakan limbah biomassa oleh KLHK, yang dapat menjadi inspirasi bagi program lingkungan di sekolah.
Implementasi nyata pengendalian kerusakan lahan juga telah diterapkan di SMP Negeri 5 Yogyakarta. Kepala Sekolah SMPN 5 Yogyakarta, Siti Arina Budiastuti, M.Pd., B.I., menjelaskan bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan penghijauan dan pengelolaan sampah. “Pengendalian lingkungan ini sekaligus menjadi implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) untuk membentuk karakter peduli lingkungan,” jelasnya.
Sekolah ini juga memiliki Tim Zero Trash Community (ZTC) yang berperan dalam pengelolaan sampah dan kegiatan daur ulang. Siswa didorong untuk memilah dan mendaur ulang sampah yang kemudian dikelola oleh tim ZTC.
Selain itu, SMPN 5 Yogyakarta mengadakan kampanye peduli lingkungan melalui pembuatan poster, video, dan kampanye di media sosial untuk meningkatkan kesadaran siswa dalam menjaga kelestarian lingkungan. Edukasi lingkungan dan P5 dianggap berperan penting dalam membentuk siswa sebagai agen perubahan untuk pelestarian lingkungan.