Oleh:
Dr. Sri Rahayu Budiani, S.Si, M.Si., Dr. Umi Listyaningsih, S.Si, M.Si., Muhammad Arif Fahrudin Alfana, S.Si, M.Sc.,
Ambar Kusuma Wati, S.Si., Nurul Kumala Sari, S.Si., Ghea Amalia, S.Si
Saat ini isu remaja menjadi salah satu isu yang sangat penting dalam pembahasan pembangunan kependudukan di DIY. Dari sisi kuantitas saja, persentase remaja di DIY mencapai hampir 30 persen dengan pertumbuhan tiga kali lipat lebih. Sedangkan dari sisi kualitas, berbagai ancaman permasalahan remaja di DIY mulai bermunculan. Berdasarkan data dari PKBI DIY, RifkaAnnisa dan data dari Bappeda, jumlah kasus kehamilan tidak dikehendaki di usia sekolah, kasus perkosaan, kasus pelecehan seksual serta kasus kekerasan dalam masa pacaran di DIY cenderung tinggi. Bahkan di Kabupaten Sleman, pada tahun 2014, kasus pernikahan dini usia remaja meningkat enam kali lipat dari tahun sebelumnya.
Salah satu pemicu terjadinya tindakan di atas adalah karena para remaja kurang mengerti akan kesehatan reproduksi. Survei SDKI 2012 KKR menemukan bahwa pengetahuan remaja terkait dengan kesehatan reproduksi masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa hanya 35,4 % remaja perempuan dan 31,2 % remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual. Begitu juga gejala PMS yang kurang diketahui oleh remaja (Infodatin, 2015). Selain itu juga digambarkan bahwa hanya 9,9 % perempuan dan 10,6 % laki-laki yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV-AIDS.
Kegiatan ini merupakan bentuk pengabdian civitas akademika Fakultas Geografi untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Daerah yang dipilih untuk menjadi lokasi pengabdian adalah SMA Sunan Kalijogo Cangkringan. Tujuan secara umum dari pengabdian ini adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman pentingnya kesehatan reproduksi kepada siswa-siswi SMA Sunan Kalijogo serta membangun karakter siswa-siswi SMA Sunan Kalijogo yang sehat dan peduli terhadap kesehatan reproduksi.
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan sosialisasi dan FGD dengan bantuan alat peraga dan pemutaran film. Dalam kegiatan ini akan diberikan beberapa pertanyaan untuk melihat pemahaman mereka tentang kesehatan reproduksi. Selain itu kegiatan ini juga merupakan kegiatan sosialisasi tentang bahaya pernikahan dini dan dampak yang ditimbulkan nantinya. Hal ini sebagai informasi penting mengingat berdasarkan data dari Bappeda Sleman, kasus pernikahan dini banyak terjadi di daerah pinggiran dan daerah pertambangan.
Pendidikan kesehatan reproduksi ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan siswa-siswi SMA Sunan Kalijogo. Ketika pengetahuan atau pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi tinggi, dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan seks bebas. Perilaku kesehatan reproduksi perlu dikembangkan dengan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi itu sendiri. Siswa-siswi yang telah paham tentang kesehatan reproduksi diharapkan akan berperilaku menjadi remaja yang sehat.
Kegitan awal yang dilakukan adalah melakukan FGD kemudian sosialisasi. Sosialisasi diberikan setelah kegiatan diskusi bertujuan untuk lebih terarah dan tepat karena narasumber sudah mengetahui tingkat pemahaman siswa-siswi. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan seperti saat diskusi, yaitu dengan mengelompokkan kelas X, XI, dan XII.
Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah siswa-siswi kelas X sama sekali belum mengerti tentang kesehatan reproduksi. Pemahaman mereka sangat terbatas karena dianggap kesehatan reproduksi adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Sedangkan pengetahuan tentang reproduksi untuk Kelas XI dan kelas XII jauh lebih baik. Mereka lebih mengerti tentang kesehatan reproduksi seperti adanya penyakit menular seksual yang mengancam akibat perilaku seks yang tidak sehat.
Berdasar hasil evaluasi akhir yang dilakukan, para siswa sangat antusias dalam melaksanakan kegiatan ini. Siswa di SMA Sunan Kalijogo mengaku merasakan manfaat penting dari kegiatan pengabdian ini. Selain menambah pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi, mereka juga semakin termotivasi untuk menjadi remaja yang sehat, tangguh dan mandiri. Manfaat kegiatan ini juga dirasakan oleh pihak sekolah karena konten pendidikan kesehatan reproduksi tidak menjadi bagian dari kurikulum di sekolah.
Gcgluy http://www.FyLitCl7Pf7ojQdDUOLQOuaxTXbj5iNG.com