Limbah tak selalu berasal dari industri besar. Industri kecil yang khusus membuat batik pun tak lepas dari persoalan tersebut. Fenomena limbah batik di Pekalongan memunculkan ide lima mahasiswa UGM yakni M. Haviz Damar S.(geografi dan ilmu lingkungan), Aji Saka (teknik fisika), Nurul Ihsan Fawzi (sains informasi geografis dan pengembangan wilayah), Agam Rafsanjani (geografi lingkungan), dan Miftah El Alimi (statistik), untuk mengatasi masalah tersebut.
Salah satu anggota tim, Nurul Ihsan Fawzi, menjelaskan Pekalongan merupakan industri batik terbesar di Indonesia yang dominasi Industri Kecil Menengah (IKM). Masalah yang muncul yakni pencemaran limbah batik akibat tidak tersedianya pengolahan limbah cair batik. Sebagian besar IKM itu, katanya, masih membuang limbahnya langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Terang saja hal itu akan mencemari badan air atau sungai di sekitarnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, khususnya yang berdomisili di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) dan saluran tempat pembuangan limbah tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem atau cara pengolahan limbah yang baik dan berbiaya murah. “Selain itu tujuannya adalah dapat menerapkan teknologi tepat guna yang dapat mendukung program pelestarian sumber daya alam dengan membuat suatu instalasi pengolahan air limbah sistem alami yang mudah murah dan dapat menyelesaikan masalah pencemaran air khususnya air limbah dari industri rumah tangga batik,” ujarnya. Lima Tahap Tujuan lain kelompok ini adalah menurunkan kadar zat pencemar yang terkandung didalam air limbah. Dengan demikian teknologi yang dikembangkan dapat membantu upaya pengembangan dan pembinaan industri kecil batik yang ramah lingkungan.
“Kami membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah [IPAL] khusus limbah cair batik. Teknologi yang kami buat bukan teknologi baru, sebenarnya teknologi sederhana yang dimodifikasi. Kami membuat dua bak, bak oil cather dan fi ltrasi horizontal,” ungkapnya. Proses pengolahan air limbah industri kecil ini melalui lima tahapan, yang pertama adalah bak pengendapan (sedimentasi) dan equalisasi, selanjutnya ke bak kontrol yang terbuat dari batu bata diplester halus dengan outlet dari bagian atas (overflow). Tahapan ketiga adalah bak skimming dari batu bata diplester halus dengan outlet dari bagian bawah, lalu ke bagian saringan (filter), yang menggunakan bahan kawat kasa screen, dan terakhir akan ditampung d bak rawa buatan, dari batu bata diplester halus, kemudian diisi dengan media berupa, split, arang aktif, dan zeolite. Diatas media IPAL ditanami tanaman hidroponik seperti sri rejeki, pisang-pisangan. Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan melalui pengujian alat, hasil untuk parameter kimia, didapat nilai limbah batik telah menurun . Walaupun kondisinya belum memenuhi baku mutu limbah tetapi keadaan parameter telah mengalami penurunan yang signifi kan.
Penelitian yang lolos untuk ikut lomba Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XXIV di Makassar ini, memiliki keunggulan di antaranya mudah pembuatan dan mudah mendapatkan bahan. Selain itu, instalasi ini juga murah, efi sien lahan, karena lahan yang digunakan tidak terlalu luas, hanya 2 m x 6 m. “Bangunan IPAL berada di dalam tanah, permukaan atas bangunan tertutup sehingga rata dengan lahan yang lain. Di atas IPAL dapat digunakan untuk aktivitas lainnya, karena dari luar rata dan sama dengan tanah atau lahan sekitarnya,” ungkapnya.
sumber : http://www.koran-o.com/2012/ragam/ipal-batik-kini-lebih-murah-10856