 
						Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar workshop pengelolaan sampah pada Kamis (02/10) di Ruang Siti Nurbaya Center (SNC), Fakultas Geografi UGM. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian UGM Sustainability Campus Action (SCA) 2025 yang dilaksanakan di tingkat fakultas.
Workshop yang diikuti oleh seluruh tenaga kebersihan dan pengelola kantin Fakultas Geografi UGM ini ditujukan untuk memberikan wawasan dan keterampilan dalam menerapkan praktik pengelolaan sampah yang lebih baik di lingkungan kampus.
Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia, Dr. Sigit Heru Murti B.S., S.Si., M.Si., dalam sambutannya mengakui bahwa persoalan sampah merupakan salah satu aspek penting yang memerlukan perhatian serius. Ia menyampaikan bahwa inisiatif ini menjadi bentuk komitmen Fakultas Geografi UGM untuk berperan aktif dalam gerakan kampus berkelanjutan.
Sementara itu, Pipit Noviyani, S.Si., narasumber dari Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT UGM), menekankan pentingnya perubahan paradigma pengelolaan sampah dari sekadar “kumpul-angkut-buang” menjadi pengelolaan berkelanjutan yang memandang sampah sebagai sumber daya.
 “Selama ini, sampah di kampus masih banyak yang bercampur dan langsung dibuang ke TPA. Padahal, sebagian besar sampah di UGM adalah organik, terutama sisa makanan. Jika dikelola dengan benar, sampah organik bisa diolah menjadi kompos, eco enzyme, maupun pupuk cair yang bermanfaat,” jelas Pipit.
“Selama ini, sampah di kampus masih banyak yang bercampur dan langsung dibuang ke TPA. Padahal, sebagian besar sampah di UGM adalah organik, terutama sisa makanan. Jika dikelola dengan benar, sampah organik bisa diolah menjadi kompos, eco enzyme, maupun pupuk cair yang bermanfaat,” jelas Pipit.
Dalam paparannya, Pipit juga menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang masih ditemukan, seperti pembuangan sampah sembarangan, pembakaran terbuka, dan kurangnya pemilahan sampah berdasarkan jenisnya. Hal ini, menurutnya, menghambat pengolahan lanjutan dan justru menimbulkan masalah lingkungan baru.
Lebih lanjut, ia menjelaskan berbagai metode sederhana dan murah yang dapat dilakukan untuk mengolah sampah organik. Di antaranya adalah pengomposan, pembuatan eco enzyme dari sisa buah dan sayur, serta biokonversi dengan memanfaatkan maggot Black Soldier Fly (BSF).
“Metode-metode ini dapat diaplikasikan bahkan di skala rumah tangga. Eco Enzyme, misalnya, bisa digunakan sebagai cairan pembersih alami, pupuk cair, hingga dekomposer. Sedangkan pengolahan dengan maggot bisa mengurangi timbunan sampah makanan sekaligus menghasilkan pakan ternak dan pupuk organik,” terangnya.
Meski demikian, Pipit menyampaikan bahwa UGM sendiri tengah memiliki regulasi internal, seperti kewajiban pengelolaan sampah dan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dalam penyajian konsumsi. “Sehingga, regulasi tersebut harus ditindaklanjuti dengan pengawasan serta pembentukan tim khusus di fakultas agar implementasinya dapat berjalan konsisten,” tegasnya.
Merespons hal tersebut, Nur Aini Farida, Kepala Kantor Administrasi Fakultas Geografi dalam sambutan penutupnya menyampaikan bahwa Fakultas Geografi UGM sejauh ini telah melakukan pengelolaan sampah, akan tetapi melalui kegiatan ini fakultas diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam mendukung terwujudnya kampus berkelanjutan melalui pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab,” ujarnya.
 
					
