Setiap orang punya cerita kegagalannya masing-masing. Namun, tak semua orang mampu mengubah kegagalan menjadi pijakan untuk melompat lebih tinggi. Najwa Nur Awalia, yang akrab disapa Nana, adalah salah satu dari sedikit orang yang berhasil melakukannya. Ia dinobatkan sebagai wisudawan terbaik akademik dan non-akademik di Fakultas Geografi UGM, meski ia pernah ditolak tes SNMPTN dan tertolak beasiswa di luar negeri salah satu impiannya di waktu yang bersamaan.
Awalnya, Geografi bukan pilihan utama seorang mahasiswa pecinta Novel Andrea Hirata ini. Siapa sangka, kecintaannya pada lingkungan justru meyakinkan dirinya untuk melanjutkan studi lanjut di Program Studi Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Ilmu lingkungan yang dipelajarinya di sini menjadi keunikan tersendiri, mengingat bidang ini jarang ditemukan di universitas-universitas terbaik lainnya.
Setelah berdiskusi dengan mentor yang juga alumni jurusan tersebut, Nana mulai tertarik. Apalagi, ia menemukan bahwa ada mata kuliah khusus yang membahas perubahan iklim
“Dulu pengennya masuk teknik, tapi aku anaknya enggak yang teknik banget jadi cari alternatif lain terkait ilmu lingkungan. Coba nanya mentor alumni GEL dan liat silabusnya, kebetulan ada mata kuliah Meteorologi dan Klimatologi yang membahas perubahan iklim. Disitu aku mulai tertarik,” ujarnya pada saat diwawancara tim Humas Geografi, Jum’at (22/11).
Perjalanan Nana di Fakultas Geografi UGM tidak selalu berjalan mulus. Sebagai mahasiswa jalur mandiri, ia sempat merasa minder, apalagi teman-temannya sudah memiliki banyak prestasi sejak SMA, seperti mengikuti Olimpiade Geografi. Namun, salah satu buku favoritnya berjudul Mindset mengajarkannya pentingnya untuk selalu terbuka dan terus berkembang. Buku tersebut sangat berpengaruh dalam membantunya mengubah cara pandang hidupnya.
“Sempat insecure, tapi aku belajar mengubah mindset dan menganalisis orang lain tentang bagaimana mereka dapat mencapai hal itu, membuka ruang diskusi, konsultasi bahkan menjadikan mereka partner,” kata Nana.
Dari Aksi Lokal Hingga Forum Internasional
Kesadarannya akan lingkungan mulai tergerak ketika duduk di bangku SMA mengikuti sebuah komunitas yang bergerak di bidang pendidikan dan pengelolaan sampah (waste management) dan mengikuti bootcamp yang mengusung tema climate action.
“Dulu aku nggak sadar, tapi setelah ikut kegiatan itu, aku mulai berpikir, ‘Sebahaya itukah?’ Dari situ, aku mulai aware dan sering ikut kegiatan sejenisnya,” kenangnya.
Saat SMA, ia bahkan menjadi Duta Hari Air yang digagas Kementerian PUPR, sebuah peran yang semakin memperkuat kecintaannya pada isu-isu lingkungan dan isu SDGS lainnya. Ia juga aktif mengikuti berbagai campaign dan menjadi climate rangers, sembari membagikan pengalamannya mengikuti kampanye di bundaran HI untuk memperjuangkan perubahan iklim.
Namun, ketika menjadi seorang mahasiswa, ia memilih untuk memperjuangkan perubahan iklim dengan cara yang lain yaitu melalui konferensi, jalur diplomasi, jalur riset dan akademis. Gagasan-gagasannya atau gagasan kekinian ia menyebutnya, adalah gagasan- gagasan brilian anak muda yang bisa mengantarnya menjadi mahasiswa berprestasi nasional hingga konferensi di kancah internasional.
“Beberapa gagasan terkait daerah digitalisasi dan prototipe pengurangan karbon dioksida lebih berfokus pada pengembangan material adsorben untuk mengurangi CO2 dari kebakaran, sebagai langkah menuju zero emission. Aku juga menawarkan kolaborasi dengan universitas lain yang memiliki goals yang sama,” jelas Nana.
Ia menambahkan bahwa solusi yang ia usulkan melibatkan analisis kasus di Indonesia melalui studi literatur. “Aku mencoba menghubungkan regulasi yang sudah ada di Indonesia untuk dikaitkan dengan peluang di masa depan, seperti potensi penerapan carbon tax, kolaborasi dengan lembaga internasional, dan berbagai strategi lain yang memungkinkan solusi tersebut dapat diimplementasikan dengan baik,” lanjutnya
Selain menjadi mahasiswa berprestasi yang mengusung gagasan perubahan iklim, salah satu pencapaian terbesar Nana adalah menghadiri konferensi Youth Forum on Climate Protection 2024 di Thailand. Dalam forum tersebut, ia berkolaborasi dengan delegasi dari 10 negara untuk menyusun rekomendasi resolusi perubahan iklim yang akan diajukan ke PBB..
Pengalaman mendunia Nana lainnya, Ia pernah mengikuti Summer Exchange Program di National University of Singapore (NUS) dengan fokus pada kepemimpinan dan keberlanjutan (Leadership and Sustainability). 2022, Nana menjadi Youth Panelist Speaker di Internal Forum California Youth Leadership 2022. Pada tahun 2023, ia mengikuti SDG Global Summer School di Zhejiang University, mendalami ilmu lingkungan dengan fokus pada netralitas karbon. Ia juga aktif dalam UN Major Group for Children and Youth serta dinobatkan sebagai Best Speaker di Climate Action Working Group dalam Citizens International Youth Summit di Sri Lanka. Selain itu, ia pernah mendapatkan predikat Best Delegate dan 2nd Best Speaker di Future Leader Exchange di Istanbul, serta menjadi delegasi pada 10th ASEAN Future Leaders Summit 2022 di Malaysia, dan masih banyak prestasi internasional lainnya yang menunjukkan dedikasinya dalam isu perubahan iklim.
Nana juga tak berhenti menulis karya ilmiah. Saat menjalani KKN di Lombok Utara, daerah rawan gempa. Ia menuliskan isu lingkungan dalam mitigasi bencana menggunakan SIG yang diangkat dari pengalaman masyarakat setempat pada gempa besar di 2018 lalu. Tulisannya dipublikasikan di situs website nasional, RDI, NGO yang berfokus pada isu lingkungan.
Tantangan dan Masa Depan Berkelanjutan
Bagi Nana, mengubah mindset orang tentang pentingnya menjaga lingkungan khususnya pada isu perubahan iklim adalah tantangan terbesar. “Nggak semua orang open-minded. Banyak orang masih sulit diajak peduli. Kampanye sering dianggap masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Jadi kita harus punya strategi biar pesan sampai tanpa kesan menggurui,” katanya.
Pengalaman kecil tapi bermakna terjadi saat ia mendaki Bukit Pergasingan di Lombok. Ia bertemu dengan sepasang turis asing yang tidak dikenalnya dan memulai membuka diskusi. Ia banyak menceritakan pengalamannya memperjuangkan isu perubahan iklim. Percakapan sederhana itu membuka mata mereka, dan Nana merasa berhasil dapat membagikan hal kecil yang penuh arti kesadaran terhadap lingkungan.
Seperti arti namanya, Najwa yang berarti “bintang,” Nana berusaha menjadi sumber cahaya yang menerangi sekitarnya. Filosofi ini menggambarkan bagaimana ia ingin terus memberikan pengaruh positif di dunia sekitar.
Setelah menyelesaikan studinya di Geografi UGM dengan meninggalkan “legacy” sebagai wisudawan terbaik, baik di tingkat akademik maupun non-akademik, Nana tetap ingin menciptakan kehidupan yang berkelanjutan, di mana setiap orang sadar akan pentingnya menjaga bumi.
“Value ini ingin aku bawa kemanapun. Let say, create something gimana produk atau kegiatan itu bener-bener ramah lingkungan dan aware lingkungan sekitar,” tutur Nana.