NILAI LAHAN DI KOTA-KOTA PESISIR RAWAN BENCANA: STUDI KASUS DI KOTA SEMARANG DAN KABUPATEN DEMAK, PROVINSI JAWA TENGAH

Perkembangan kota-kota di kawasan pesisir memperlihatkan akselerasi yang sangat cepat. Perkembangan ini menyebabkan dua hal yang berlawanan, yaitu semakin berkembangnya kawasan pesisir menjadi kawasan perkotaan padat penduduk dengan potensi dan aktivitas perekonomian semakin besar. Di sisi yang lain ancaman terhadap berbagai kerusakan lingkungan dan bencana pesisir akan semakin meningkat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan kawasan perkotaan dan tingginya risiko kerusakan lingkungan dan bencana dapat menyebabkan nilai lahan yang bervariasi. Secara lebih detail, studi dan penelitian tentang nilai lahan di kawasan perkotaan pesisir yang cepat tumbuh yang juga rawan terhadap bencana sudah dilakukan oleh berbagai peneliti. Sebagian besar penelitian tersebut berbasis pada bencana yang terjadi secara cepat, misalnya gempa bumi, gunung meletus, dan banjir. Namun demikian, studi terkait dinamika nilai lahan di kota pesisir yang rawan bencana jangka panjang (long-term disasters atau slow-onset disasters) masih sangat sedikit dilakukan. Dengan menggunakan studi kasus di kawasan pesisir Kota Semarang dan Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, penelitian ini mencoba untuk berkontribusi terhadap pemahaman mengenai dinamika nilai lahan di Kawasan pesisir yang rawan terhadap bencana jangka Panjang (seluruh jenis bencana yang teridentifikasi) dengan menjawab dua pertanyaan penelitian: 1) bagaimana dinamika nilai lahan di kawasan pesisir? dan 2) bagaimana faktor kebencanaan berpengaruh terhadap nilai lahan di kawasan pesisir? Penelitian yang menggunakan gabungan analisis kualitatif dan kuantitatif ini diharapkan dapat berkontribusi untuk menambah literatur terkait faktor-faktor nilai lahan di kota-kota pesisir yang rawan bencana yang kompleks dan kerusakan lingkungan. Penelitian ini diharapkan agar pemanfaatan pesisir dan sumber daya laut lebih diperhatikan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi publikasi yang bisa diakses publik. (Dr. Erlis Saputra, M.Si.) 

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN HEC-HMS DI DAS GADJAH WONG, YOGYAKARTA

Wilayah DAS Gadjah Wong merupakan DAS vulkanik yang memerlukan langkah pengelolaan yang komprehensif. Aplikasi model HEC-HMS dapat digunakan sebagai media untuk perencanaan konservasi ataupun evaluasi respon DAS (debit aliran permukaan, sedimen dan pencemaran sungai). Tujuan utama dari penelitian ini adalah menjalankan model HEC-HMS di DAS Gadjah Wong untuk mengetahui limpasan permukaan di wilayah ini. Pemodelan HEC-HMS membutuhkan sejumlah input parameter berupa relief, tanah, tutupan lahan dan pengelolaan lahan. Pedogeomorfologi digunakan sebagai batas satuan tanah karena tidak tersedianya peta tanah di wilayah penelitian. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menejemen pengelolaan DAS yang berkelanjutan. (Dr. Nugroho Christanto, S.Si., M.Sc.) 

Kata Kunci: Pemodelan Hidrologi, Sedimen, HEC-HMS, DAS Gadjah Wong, Yogyakarta 

PENGARUH DINAMIKA POLA LANSKAP DAN AKSESIBILITAS TERHADAP HARGA LAHAN DI WILAYAH KEPESISIRAN: STUDI KASUS KOTA SEMARANG DAN KABUPATEN DEMAK

Wilayah kepesisiran diproyeksikan mengalami peningkatan kepadatan penduduk yang pesat dengan urbanisasi yang menekan ketersediaan lahan pengembangan serta ruang untuk keberlanjutan ekosistem. Tekanan ini menyebabkan kenaikan harga lahan yang pada akhirnya mempengaruhi pola perkembangan perkotaan. Kota Semarang sebagai kota terbesar dan pusat kegiatan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi pada periode tahun 2010-2020, disertai kenaikan harga lahan secara signifikan. Pertumbuhan ini juga menekan wilayah kepesisiran Kabupaten Demak, sebagai kawasan penyangga dari Kota Semarang, dengan Jalan Pantura sebagai tulang punggung perkembangan wilayah. Perubahan harga lahan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya apabila tidak diprediksi dengan baik, dapat berdampak pada masalah pembiayaan lahan untuk pembangunan infrastruktur dan perumahan. Penelitian sebelumnya telah mengkonfirmasi 3 faktor utama perubahan harga lahan, yakni bencana pesisir, aksesibilitas, dan pola perkembangan perkotaan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh mengenai pengaruh dinamika pola lanskap dan aksesibilitas terhadap harga lahan di wilayah kepesisiran. Tipologi harga lahan diidentifikasi pada setiap klaster urban, peri-urban, dan rural. Sedangkan faktor pola lanskap dan aksesibilitas diidentifikasi melalui analisis metrik pola lanskap, indeks aksesibilitas dan indeks sentralitas, yang dikonfirmasi melalui persamaan regresi spasial untuk membentuk model harga hedonik terhadap harga lahan pasaran. sementara analisis triangulasi dilakukan untuk menilai hubungan antara tipologi wilayah dan model harga hedonik regresi spasial. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan akademis dan praktis di bidang kajian harga lahan, pemeliharaan ekosistem, dan pemilihan lokasi pembangunan infrastruktur perkotaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi publikasi yang bisa diakses public.  (Rizki Adriadi Ghiffari, S.T., M.Sc.) 

Kata kunci: Pola Lanskap, Indeks Aksesibilitas, Harga Lahan, Pembangunan Pesisir.  

 

IDENTIFIKASI BAHAYA LAUT DI DESTINASI WISATA BAHARI KABUPATEN PACITAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan sumber daya alam tersebut dimanfaatkan dalam berbagai sektor, salah satunya adalah wisata bahari. Kabupaten Pacitan merupakan salah satu daerah yang berpotensi dalam pengembangan pariwisata bahari. Adapun beberapa objek wisata pantai yang dikenal oleh masyarakat luas adalah Pantai Watukarung, Banyu Tibo, Klayar, Srau, Buyutan, Pidakan, dan Teleng Ria. Karakteristik pantai yang khas, yakni gelombang tinggi dan arus yang kuat dapat menyebabkan kecelakaan baik pada wisatawan maupun nelayan. Pencegahan kecelakaan wilayah pantai perlu dilakukan melalui tindakan preventif yang didukung dengan kebijakan antisipatif. Guna mendukung perumusan kebijakan tersebut, diperlukan kajian identifikasi wilayah rawan kecelakaan bagi wisatawan bahari di Kabupaten Pacitan yang menitikberatkan pada faktor morfologi pantai. Identifikasi bahaya laut yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menekan kecelakaan bagi wisatawan bahari di Kabupaten Pacitan dapat diperoleh melalui interpretasi citra dan peta, survei lapangan dan berbagai informasi yang diperoleh dari crowdsourcing data. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara desriptif kualitatif, untuk menghasilkan rekomendasi mitigasi terhadap bahaya laut yang diharapkan dapat menjadi perhatian untuk komunitas lokal dalam mengelola pariwisata. (Dr. Noorhadi Rahardjo, M.Si., P.M.) 

Kata kunci : bahaya laut, wisata bahari, morfologi, mitigasi. 

PENDEKATAN HIDROGEOMORFOLOGI UNTUK ANALISIS POTENSI MATAAIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI TLEGUNG KABUPATEN KULONPROGO

Mataair merupakan airtanah yang muncul ke permukaan bumi oleh sebab-sebab tertentu secara alami dan terpusat, yang membentuk suatu aliran. Mataair memiliki karakteristik secara fisik, kimia, dan biologis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor curah hujan, geomorfologis, geologis, dan kondisi lingkungan sekitarnya. Mataair merupakan salah satu sumber air baku yang dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di Perbukitan Menoreh Kabupaten Kulonprogo, termasuk yang terdapat di Daerah Aliran Sungai Tlegung. Hal ini disebabkan karena airtanah di daerah kajian relatif sulit untuk diperoleh akibat muka airtanah yang sangat dalam bahkan langka. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi mataair sebagai sumber air bersih dengan pendekatan hidrogeomorfologi di Daerah Aliran Sungai Tlegung Kabupaten Kulonprogo. Metode analisis dan pendekatan kajian yang digunakan dalam penelitian adalah hidrogeomorfologi, yaitu menjelaskan tentang aspek-aspek geomorfologi yang berpengaruh terhadap karakteristik pemunculan mataair pada setiap satuan bentuklahan yang ada, yang selanjutnya dilakukan penilaian (skoring) untuk menentukan potensi mataair sebagai sumber air bersih utama di daerah penelitian. Kondisi geomorfologi di DAS Tlegung berupa dataran bergelombang hingga pegunungan curam, yang tersusun atas 5 (lima) formasi geologi, yaitu: Formasi Kebobutak (Tmok), Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Jonggrangan (Tmj), Endapan Koluvium (Qc), dan Endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi). Kondisi morfologi yang didominasi oleh lereng terjal dan kondisi litologi yang didominasi oleh batuan kompak berumur tersier, berpengaruh terhadap dalamnya muka airtanah, sehingga menyebabkan langkanya airtanah di daerah penelitian. Setiap geomorfologi bentuklahan yang berkembang akan berpengatruh terhadap karakteristik hidrogeomorfologi mataair yang berbeda-beda ditinjau dari faktor-faktor penyebab pemunculan mataair secara geomorfologis, sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk analisis potensi mataair sebagai sumber air bersih. (Dr. Langgeng Wahyu Santosa, S.Si., M.Si.) 

Kata kunci: air bersih (clean water), bentuklahan (landform), hidrogeomorfologi (hydrogeomorphology), mataair (spring)