Era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla mencanangkan program Nawacita yang berisi sembilan agenda prioritas pembangunan[1]. Salah satu poinnya yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Gambaran wilayah desa secara keruangan diperlukan adanya informasi geospasial yang salah satunya berujud peta. Diharapkan dengan adanya informasi geospasial [2] yang akurat dan up to date, dapat mempercepat, berpihak, dan memberdayakan masyarakat desa dan kawasan perdesaan. Informasi geospasial yang tertuang dalam bentuk peta tersebut merupakan representasi visual kenampakan bumi terpilih secara keruangan dalam bidang datar [3]. Peta tersebut merupakan produk survei dan pemetaan yang mudah diproduksi, disebarluaskan, dan dimanfaatkan bersama oleh berbagai pihak untuk penyusunan perencanaan, implementasi dan monitoring serta evaluasi pembangunan desa [4].
Peta memegang peranan penting dalam pembangunan desa. Dalam hal pembentukan desa perlu dilampirkan adanya peta batas wilayah desa yang harus menyertakan instansi teknis terkait [5]. Dengan keberadaan peta desa, potensi dan permasalahan yang ada di desa dapat dilihat secara keruangan [6]. Keberadaan dana alokasi desa pun mempertimbangkan elemen luas wilayah desa sebagai pembobot [7]. Luas wilayah tersebut dapat secara jelas tersaji dalam peta desa. Peta desa sebagai solusi penting dalam penyelesaian konflik antar wilayah desa dan konflik wilayah adat, tumpang tindih informasi penggunaan lahan, sebagai batas kepemilikan lahan, dan pengambilan kebijakan nasional. Peta desa dapat berkontribusi untuk pengambilan kebijakan-kebijakan penting bagi masyarakat, pemerintah, sektor swasta, dan lembaga lainnya. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 pasal 6 ayat 2 menunjukkan kewenangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, diantaranya: penetapan dan penegasan batas desa pendataan desa penyusunan tata ruang desa [8].
Atas dasar pentingnya pembangunan desa dan peranan peta desa, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada bersinergi bersama Pemerintah Desa Kebondalem Lor melakukan kegiatan pendampingan pemetaan desa. Pembuatan peta desa dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan warga, tokoh masyarakat, kepala padusunan 1-4, ketua RW, ketua RW dan melibatkan mahasiswa. Kegiatan pengabdian ini diprakarsai oleh Ari Cahyono, M.Sc., yang mana ketika menjadi mahasiswa pernah menjalani Kuliah Kerja Nyata di Kebondalem Lor. Kegiatan pendampingan meliputi pengarahan kepada warga oleh Kepala Desa, penyuluhan materi oleh dosen Fakultas Geografi UGM, survei pemetaan secara partisipatif dan musyawarah warga. Proses pendampingan dilakukan secara berkala dari bulan Agustus- Oktober 2016.
Puncak acara pendampingan yaitu musyawarah warga. Dalam musyawarah tersebut, Bapak Agus Nugroho selaku Kepala Desa Kebondalem Lor menekankan bahwa partisipasi warga dalam membangun desa penting. Terlebih dengan adanya Dana Alokasi Desa, masyarakat perlu ikut terlibat dalam pembangunan. Masukan, partisipasi, serta pengawasan oleh warga perlu dilakukan secara berkesinambungan. Adanya program pengabdian dari Universitas Gadjah Mada ini, Kepala Desa menyambut baik dan mengharapkan adanya keberlanjutan adanya pendampingan. Warga masyarakat antusias mengikuti musyawarah dan pendampingan pemetaan desa. Terlebih kegiatan ini melibatkan mahasiswa tingkat akhir yaitu Indah Octavia Koeswandari dan Kusuma Wardani Laksitaningrum. Keterlibatan mahasiswa ini penting agar mereka dapat menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah serta mengetahui permasalahan yang ada di masyarakat. Kegiatan pendampingan ini juga melibatkan Yosi Nuki F.P. dan Tri Rindang Astuti, S.Si selaku tim pendamping tambahan dalam musyawarah tersebut yang dikarenakan animo partisipasi masyarakat sangat tinggi. Musyawarah warga berlangsung seru karena didapati informasi yang diberikan warga antar padusunan berbeda terkait batas wilayahnya. Setelah ditelusur sejarahnya dan melalui kesepakatan-kesepakatan, maka mufakat dapat dicapai.
Keberadaan peta desa yang dibuat berdasarkan pendampingan kegiatan ini diharapkan mampu menjadi solusi informasi terkait potensi dan permasalahan yang ada di desa. Beberapa peta yang dibuat meliputi peta administrasi hingga tingkat rukun tetangga (RT), peta penggunaan lahan skala detail, hingga peta padusunan. Yang perlu dicatat, batas hasil pendampingan ini masih berupa penegasan, belum berupa penetapan. Pemerintah desa beserta instansi terkait perlu menindaklanjuti hingga batas penetapan. Dari kegiatan ini pula dapat disarankan pemerintah desa perlu membangun patok pilar batas di setiap RT, RW, padusunan dan juga batas desa. Kegiatan pendampingan ini diharapkan tidak berhenti pada periode ini, tetapi juga dapat berkelanjutan sehingga dapat mendukung Sustainable Development Goals dalam bidang pemetaan. Proses pendampingan juga perlu dilanjutkan ke wilayah lain yang belum memiliki peta desa.
Pustaka :
[1] Jokowi and J. Kalla, “Visi Misi, dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla.” Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, 2014.
[2] “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial.” 2011.
[3] ICA, “Mission,” 2014. [Online]. Available: http://icaci.org/mission/. [Accessed: 25-Jun-2015].
[4] Rijanta, H. Sutanta, B. Hudayana, T. H. Purwanto, M. Edi, A. Hikmat, M. Efendi, and Y. Wibisono, Mengawal Desa dengan Informasi Geospasial Tematik. Jakarta: Badan Informasi Geospasial (BIG), 2016.
[5] Badan Informasi Geospasial, NSPK Peta Desa. Bogor: Badan Informasi Geospasial (BIG), 2015.
[6] “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.” 2014.
[7] “Dana Alokasi Desa,” 2016. [Online]. Available: http://www.djpk.kemenkeu.go.id/web/attachments/article/608/DANADESA2016.pdf.
[8] Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa. 2014.